Fenomena "Crazy Rich" Dadakan - Ever Onward Never Retreat
Connect with us

Hi, what are you looking for?

Karikatur Investasi Untung/CNBC Indonesia

CUAN

Fenomena “Crazy Rich” Dadakan


Proklamator ID – Kaya mendadak dan miskin mendadak. Kalimat tersebut cukup ramai timbul dalam kolom komentar berita yang memberitakan ditangkapnya individu-individu yang disinyalir melakukan penipuan melalui aplikasi yang dapat menghasilkan uang secara cepat.

Dalam kurun waktu yang tak lama, terkabar viral dua orang crazy rich ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian karena dugaan penipuan melalui aplikasi cripto. Tentu sebagai pengikut dunia maya dan memiliki 3 kewarganegaraan, yaitu sebagai warga facebook, tiktok, dan juga warga Instagram. Langsung mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Ternyata ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan, tentu sambil mengisap rokok dan menyandarkan tubuh ini ke tembok, saya sedikit heran, kenapa kasus penipuan? Kenapa kasus promosi barang illegal, kenapa dan kenapa masih banyak lagi untuk ditanyakan

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, alangkah terlebih dahulu kita mencari penyebab kenapa begitu banyak orang yang tertipu dengan crazy rich tersebut, kenapa banyak sekali orang yang bermain aplikasi penghasil uang tersebut, belum sampai untung namun tersandung, jadinya malah buntung.

Ternyata ketika melihat fenomena tersebut teringat bagaimana adanya makna pergesaran definisi ekonomi, sekaligus praktek dari definisi tersebut. Jika berkaca pada penggandaan uang dari 10 menjadi 100 dan seterusnya, maka disitu kita akan terjebak pada definisi bahwa manusia sebagai makhluk ekonomi, sama halnya ketika kita melihat seorang pekerja bukan sebagai manusia namun bagaimana melihat manusia memiliki nilai lebih.

Definisi ekonomi klasik sangat lugas jika mendefinisikan ekonomi, yaitu soal bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga bersandar pada benda real seperti tanah, hasil panen dikebun yang bersandar pada trias economica.

Pergeseran definisi ekonomi tersebut bukanlah barang baru, pun bukan pula barang yang gampang untuk dicerna sehingga dapat menghasilkan definisi yang mudah untuk dimengerti. Walaupun terdengan susah, namun hal tersebut tidak bisa pula dijadikan alasan untuk tidak mendefinisikan. Secara garis besar, pergeseran definisi tersebut tidak terlepas dari dinamika sejarah mengenai kepemilikan pribadi sehingga terjadinya penumpukan kekayaan dan bagaimana kekayaan ini menjadi modal dan siapa pemilik modal terbesar dialah menjadi pemenangnya.

Baca Juga:   Manifestasi Koperasi dan Keadilan Pajak

Adanya perilaku pengunaan modal (uang) sebagai motor utama dalam pergerakan ekonomi memiliki dampak redefinisi mengenai ekonomi itu sendiri, sehingga ekonomi bukan lagi berbicara pada bagaimana seseorang dapat bertahan hidup namun bagaimana seseorang dapat menggerakan uangnya.

Lantas bagaimana dengan seorang buruh tani didesa yang tidak memiliki uang lebih, yang uangnya hanya cukup untuk makan hari itu juga, sudah barang tentu buruh tani tidak masuk sebagai pemenang ekonomi, hanya sebagai penonton yang secara tidak langsung merupakan korban dari praktik ekonomi tersebut.

Advertisement. Scroll to continue reading.

 

Peranan Teknologi dan Pergeseran Kekayaan

Menjawab pertanyaan diatas tersebut, sebenarnya platform yang digunakan adalah aplikasi yang masuk dalam kategori perjudian, lantas kenapa perjudian dipermasalhkan? Bukan berbicara baik dan buruk adalah masalah etika yang dibangun berdarkan kontruksi sosial? Iya benar dan disini akan kita kesampingkan dulu mengenai etika tersebut.

Perlu untuk direnungkan Bersama untuk mengingat dulu bagaimana perjudian marak dikampung-kampung dan toko-toko kelontong, begitu banyak bandar yang membuka meja, namun semua hanyalah sejarah yang mana jika kembali pada tempat dan lokasi yang sama kita belum tentu dapat menemukan hal tersebut lagi. Kenapa demikian?jawabannya sederhana, orang super kaya yang memiliki modal tidak rela dan tidak ikhlas untuk diganggu dan berbagi pada yang lain, sehingga bandar-bandar kecil kelas kampung gulung tikar.

Melalui teknologi yang hanya dapat dimiliki oleh orang pemilik modal, maka teknologi tersebut digunakanlah untuk meningkatkan pendapatanya. Apakah itu proses sentralisasi kapital? Atau akumulasi kapital? Sudah barang tentu saya tidak akan menjawab itu kapital, atau bukan, namun tetap pada definisi bahwa orang yang super kaya ingin mendapatkan uang dengan cara lebih efektif dan efisien.

Baca Juga:   Anggaran Bansos Yatim Piatu Dikuranigi Dari Rp138 M Jadi Rp55 M

Kasus penggunaan teknologi pada bidang perjudian tersebut bukan berarti teknologi adalah barang buruk yang banyak menimbulkan modhorat dan mengkesampingkan maslahat, teknologi adalah alat, sisanya urusan tuan pemiliki teknologi, sama seperti pisau bermata dua.

Secara singkat teknologi adalah alat yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas manusia namun didalamnya juga terkandung unsur-unsur akumalasi dan sentralisasi keuangan pun juga mengandung implikasi kesejahteraan sosial apabila digunakan untuk masyarakat yang sulit akses air bersih dan sebagainya. Begitulah kiranya Francis Fukuyama mendefinisikan Teknologi dalam bukunya yang berjudul Filsafat Teknologi.

Namun perlu dingat dan menjadi catatan bersama bahwa teknologi hanyalah sebuah alat dan alat untuk memupuk keayaan tidak hanya melalui teknologi, namun bisa menggunakan cara lain seperti rente, ikut mengatur kebijkan publik yang berujung pada peningkatan kekayaan seseorang maupun alat-alat lain yang digunakan untuk peningkatan kekayaan

Lantas bagaimana kita menyikapi peranan teknologi terhadap pemupukan dan sentralisasi kekayaan? Tentu pertanyaan tersebut perlu direnungkan dengan tetap memperhatikan sejarah ekonomi yang semula berbicara mengenai kebutuhan hidup menjadi peningkatan nilai tambah modal, secara bahasa anak tongkrongan warung kopi kita perlu melihat perkembangan globalisasi yang semakin hari semakin kita hanya melihat upaya untuk privatisasi dan jauh untuk kesejahteraan komunitas.

Tentu jika kita berpihak pada pendapat bahwa kekuasaan tertinggi ada pada negara, maka negara bertanggung jawab penuh, namun pendapat tersebut dibantah oleh para golongan ahli ekonomi politik. Menurut mereka sebenarnya yang memiliki kuasa penuh adalah mereka-mereka pemenang ekonomi.

Advertisement. Scroll to continue reading.

Sehingga negara yang dibentuk atas cita-cita bersama untuk melindungi segenap tumpah darah dan memajukan kesejahteraan umum perlu untuk sangat berhati-hati dalam menjalankan kebijakannya dalam menghadapi globalisasi yang barang tentu jika salah dalam mengambil kebijakan akan menimbulkan malapetaka

Baca Juga:   Label Baru, Indonesia Masuk Peringkat Negara Menengah Atas

Sehingga dari yang sebelumnya negara hanya bertugas sebagai penjaga malam karena dampak dari globalisasi, maka perlu untuk menata dan melihat serta melakukan deregulasi terhadap bagaimana peranan negara dalam menyikapi fenomena globalisasi yang mulai menampakkan wajah yang berbeda. Sudah barang tentu diperlukan suatu kebijakan publik yang betul-betul berpihak pada kemaslahatan umum bukan hanya perorangan.


Beny Wibowo (Warga RT Sebelah)

Click to comment

Advertisement
close